Gaya Marsose yang Menakutkan

5:53 PM Unknown 0 Comments

Perang Aceh melawan Belanda (1873 - 1942) adalah perang terlama yang pernah dialami Belanda di Indonesia. Rakyat Aceh tetap melawan pascaruntuhnya istana Darud-Dunia di Koetaradja. Semangat jihad Fi Sabilillah menggemuruh seluruh tanah Rencong. Istana boleh dikuasai, masjid raya boleh dibakar, sulthan boleh dibuang ke Jawa, namun harkat dan martabat Aceh tetap dipertahankan oleh rakyat Aceh dari Sabang sampai ke Aceh Tenggara.

Pelawanan bangsa Aceh terhadap penjajah memang sangat berbeda dengan perlawan suku bangsa lain di nusantara. Di daerah lain, semua berakhir dengan kekalahan dan takluknya Raja mereka terhadap kolonial. Sedangkan Perang Aceh sampai titik darah terakhir. Aceh tidak pernah menyerah Kedaulatannya kepada penjajah Belanda.

Memang ada sejumlah oknum bangsa Aceh yang kemilau matanya melihat fulus Belanda, jabatan yang ditawarkan dan takut mati. Mereka menyerah kepada kaphe Belanda. Tidak baik disebutkan namanya, sebab sampai sekarang masih ada keturunan mereka. Jumlah mereka yang menjadi "budak penjajah" itu tidak banyak, dan telah mendapat hukuman sosial dari masyarakat Aceh.

Marsose

Akibat gagal dijinakkan, Belanda membentuk Korp Militer Marsose yang sangat kejam terhadap rakyat Aceh. Marsose biadab ini, akhirnya memutuskan untuk membumihanguskan tanah Aceh, membuang pahlawan-pahlawan Aceh ke Jawa, Maluku dan Papua, membunuh rakyat awam, membantai perempuan dan anak-anak, merampas harta benda rakyat Aceh, memperkosa dan melakukan apa yang mereka kehendaki. Ribuan nyawa rakyat Aceh bergelimang di Batee Iliek, Samalanga, Jeunieb, Tiro, Peureuelak, Buloh Blang Ara, Takengon, Meulaboh, Tapaktuan, Kota Fajar, Montasiek, Aneuek Galong, dan sebagainya. Namun pejuang Aceh yang rindu merdeka dan mati syahid tidak mau menyerah. Dari pada hidup dijajah lebih baik mati berkalang tanah. Asai bek singet, ro bah meutunggeng!

Tgk Chik Pantekulu dalam hikayat Prang Sabi membakar semangat pejuang:

Nibak mate di rumoh inong

Bahle bak keunong seunjata kaphe

Nibak mate di ateueh tilam

Bahle lam seueh prang syahid meugule

Hikayat Prang Sabi yang digali dari ayat al-Quran dan hadits Nabi telah membakar semangat jihad yang tak putus-putusnya di Aceh. Pertempuran terjadi di seluruh tanoh Aceh. Ribuan kaphe Belanda dikirim ke neraka, dan juga ribuan syuhada Aceh semoga sampai ke surga. Berikut perkiraan para syuhada Aceh yang syahid melawan Belanda (lihat tabel).

Rakyat Aceh memang trauma dengan kekejaman tentara Belanda yang didalamnya juga terdapat orang-orang Kristen dari Maluku, Jawa dan Sulawesi. Ulama-ulama Aceh ada yang hijrah ke Malaya, Arab, atau turut berperang gerilya dalam hutan. Ibu-ibu Aceh kadang-kadang terpaksa menyelipkan rencong di pinggangnya, demi menjaga jangan diperkosa oleh penjajah. Anak-anak gadis ketakutan, bocah-bocah belia tidak hidup normal, kehidupan penuh risiko. Perdagangan macet, kota-kota Aceh dipadati oleh kaum Tiongkhoa, orang Aceh meminggir ke pinggir hutan.

Sejarah Berulang

Seorang sepuh Aceh, Tgk Haji Idris Mahmud Lamnyong (87) bercerita: Suasana Aceh masa Belanda terulang kembali di masa DI/TII, masa DOM, dan sekarang. Kini rakyat kembali ketakutan. Mungkin saja kelaparan dan penyakit kolera akan berulang kembali. Bila perdamaian antara GAM dan RI tidak terwujud, perang besar akan berkecamuk. Bila perang pecah, sejarah akan berulang. Sawah rakyat terbengkalai, tentara yang mirip Marsose masuk kampung seperti zaman itu. Dulu Belanda menjalani politik Plah Trieng (Politik adu domba dijalankan, yang satu diangkat dengan tangan dan yang satu ditekan dengan kakinya).

Dulu banyak orang Aceh yang menjadi cuak Belanda. Syahid Teuku Umar, Teuku Syik Di Tiro, Cut Meutia, Tgk Chik Di Tunong, Pang Abbas, Tgk Imum Lueng Bata, dan lain-lain semua karena kerja cuak. Jangan-jangan nanti juga banyak yang jadi cuak kembali.

Satu hal yang perlu kita renungkan. Setelah Belanda melakukan politik bumi hangus, orang-orang Aceh melakukan perlawanan yang sangat menakutkan: Tipu Aceh. Ada yang membunuh Belanda dengan cara pura-pura bertamu, pura-pura menyerah, menikam Belanda di jalan, dan bahkan siap menjadi martir dengan menyerang Belanda dan bunuh diri.

Orang Belanda memberi gelar hina Aceh Moord (Aceh Pungo) karena tidak mau menyerah kepada mereka. Siapa sebenarnya yang pungo? Terbukti yang pungo itu adalah Belanda sendiri. Orang Aceh masih sehat dan berpikiran jernih. Orang Aceh tidak pernah merampok tanah air Belanda, memperkosa ibunya. Orang Aceh tidak pernah minum arak, main perempuan dan menyembah berhala, tetapi orang Belanda melakukan semua yang terlarang itu. Siapa yang gila?

Oleh: Abu Raudhah

Sumber: http://groups.yahoo.com/group/PPDi/message/3942
Foto: http://commons.wikimedia.org

0 comments: