Belanda Masih Bergulat Dengan Trauma Pendudukan Jepang
Pendudukan Jepang di Hindia Belanda masih meninggalkan goresan luka bagi banyak warga Belanda yang dulu tinggal di sana. Sampai sekarang masih banyak yang mengalami trauma.
“Pertama memang para bekas tawanan Jepang ini menderita sekali. Baik fisik maupun psikis. Kedua orang Belanda belum siap untuk kalah, tentara Belanda kalah terhadap tentara Jepang. Orang yang kalah perang akan trauma,” kata Ibrahim Isa dari Kelompok Dialog Belanda-Indonesia-Jepang, perkumpulan orang-orang yang mengalami masa suram di Hindia Belanda karena penjajahan Jepang.
Dialog
Inisiatif dialog ini berawal dari buku harian seorang Belanda yang masuk kamp tahanan Jepang dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang. Hans Lindijer, putra penulis buku, memprakarsai pendirian Kelompok Dialog Belanda-Indonesia-Jepang.
“Setiap tahun kami menyelenggarakan konferensi, menyorot masa silam dan masa depan mereka yang merasa menjadi korban perang. Masa silam acap kali sudah tidak menjadi ganjalan, dan mereka ingin menjumpai orang Jepang atau Indonesia untuk berbagi pendapat,” jelas Lindijer.
Menurut Lindijer, orang yang mengalami masa perang tidak bisa melupakan pengalaman pahit mereka. “Mereka secara konkrit butuh berdialog tentang perdamaian, dan hal ini bisa mereka lakukan dalam konferensi yang kami selenggarakan.”
Jadi, tujuan dialog bukanlah untuk meratapi masa lalu melainkan untuk melihat ke masa depan guna menciptakan perdamaian antara semua pihak yang terlibat, baik dari Belanda, Jepang maupun Indonesia.
Romusa
Tahun ini topik konferensi adalah romusa yang dipaksa Jepang membangun jalur kereta api di Birma. “Perubahan dalam hidup mereka dan juga pengalaman getir selama jaman Jepang perlu dikumpulkan dan bisa menjadi senjata ampuh untuk mencapai perdamaian,” kata Lindijer.
Menurut Lindijer, cerita para korban kekejaman Jepang bisa digunakan untuk ‘meluruskan’ informasi yang diberikan pada pelajaran sejarah di Jepang. “Sebelumnya pendidikan sejarah di Jepang kaku sekali dalam membahas peran Jepang selama perang dunia kedua,” kata Lindijer.
Sejarah keluarga
Hans Lindijer tidak mengalami pendudukan Jepang di Hindia Belanda. “Saya lahir di Belanda, orang tua saya mengalami jaman Jepang, setelah perang dunia kedua berakhir mereka ke Belanda. Orang tua saya bersama 4 anak mereka, saya adalah anak mereka yang lahir di Belanda.”
Namun demikian , sejarah masa silam keluarganya di Indonesia semasa pendudukan Jepang masih menjadi bagian dari kehidupan Hans Lindijer. “Saya dulu sering makan masakan Indonesia dan juga kata-kata Indonesia sering digunakan oleh orang tua saya,” kenang Lindijer.
Ia juga sadar kakak-kakaknya yang dulu ikut ditahan di kamp tawanan Jepang masih trauma, mereka bisa sangat emosional kalau bertengkar.
Sumber: http://www.rnw.nl/
0 comments: