Perang Chang Ping
Negara Qin sejak Reformasi Shangyang, keadaan negaranya semakin kuat, sampai ke Raja Qin Zhaoxiang, mereka semakin aktif melakukan ekspansi ke luar negeri, ke arah timur meng-agresi 3 Jin yakni: Han, Zhao dan Wei, ke arah selatan menyerbu Jing-Chu, dengan demikian ia menjadi negara dengan kekuasaan terbesar di antara 7 negara-jagoan.
Raja Qin Zhaoxiang mengangkat Fan Ju sebagai patih, Fan Ju adalah penggagas strategi "Bersahabat dengan tetangga yang jauh dan menyerang tetangga yang dekat" bagi Negara Qin untuk tujuan berhegemoni di Tionggoan (pusat kebudayaan dan geografis China), berarti menggempur dahulu negara-negara Wei dan Han, barulah kemudian merebut dengan taktik negara-negara Qi dan Zhao.
Film Wheat dengan latar belakang Perang Changping yang terjadi 2.270 tahun yang silam. |
Pada 268 SM, Negara Qin mengirim pasukan menyerang Wei dan berhasil memaksa Wei bertekuk-lutut dan merelakan sebagian teritorialnya. Empat tahun kemudian, Negara Qin lagi-lagi mengirim tentaranya menyerbu Han dan kali ini Han tidak mampu membendung kedigdayaan militer Qin serta mengutus duta perdamaian ke Negara Qin dengan persyaratan mempersembahkan Kabupaten Shangdang kepada Qin.
Namun penguasa Shangdang bernama Feng Ting demi mengalihkan target serangan Qin ke Han, pada 262 SM lebih dulu berinisiatif menyerahkan wilayahnya kepada Negara Zhao. Raja Zhao hanya melihat keuntungan jangka pendek semata dan tanpa pertimbangan mendalam lantas mengutus pejabat bernama Ping Yuan untuk menerima Shangdang. Tak dinyana tindakan serakah Raja Zhao ini malah menyulut sumbu mesiu perang Chang Ping yang berskala paling besar selama zaman Zhanguo tersebut.
Negara Qin dalam penyerbuannya terhadap Negara Zhao sudah bersiap sebelumnya dengan baik, sedangkan daerah Shangdang terletak di lintasan sempit gunung Taihang dan menempati posisi tinggi serta strategis, adalah tanah yang patut diperebutkan di dalam strategi perang Negara Qin dalam menghadapi Zhao, kini negara Zhao memasukkan Shangdang ke dalam peta, bagaimana bisa Negara Qin berpangku tangan?
Pada 260 SM, Qin dengan pejabat Wang He sebagai panglima perangnya, memimpin pasukan menyerbu Shangdang. Pada sisi Negara Zhao, Raja Zhao Xiaocheng mengutus Jenderal besar Lian Po memimpin pasukan Zhao mempertahankan wilayah Shangdang. Namun ketika Lian Po tiba dengan pasukan utamanya, Shangdang sudah jatuh, maka terpaksa Lian Po bertahan di Chang Ping yang medannya sulit (kini di barat laut Gao Ping—Provinsi Shanxi).
Ketika itu, pasukan Lian Po berjumlah 300.000 prajurit, ditambah pengungsian dari Shangdang yang terdiri dari sisa laskar dan penduduk sehingga berjumlah sekitar 450.000 orang, mereka membangun parit dan benteng perlindungan, maka front kedua pasukan Qin dan Zhao berada pada posisi saling berhadap-hadapan di Chang Ping.
Qin tak kunjung berhasil merebutnya, untungnya Raja Qin saat kehabisan akal, muncul tipu muslihat Fan Ju dengan cara mengadu-domba. Ia mengutus orang dengan ribuan tael emas menyuap para pejabat di seputar Raja Zhao dengan menyebarkan isu: "Satu-satunya yang ditakuti Qin hanyalah putera Zhao Si yakni Zhao Kuo sebagai jenderal. Lian Po mudah diatur dan berniat menyerahkan diri kepada Qin."
Pada dasarnya Raja Zhao sudah mencurigai Lian Po jera perang, begitu mendengar selentingan Lian Po berniat menyerah kepada Qin, maka ia memutuskan menggantikan Lian Po dengan Zhao Kuo. Hal tersebut sempat dicegah oleh pejabat tinggi Xiangru, ia mengatakan, "Zhao Kuo hanya menguasai teori taktik perang saja, padahal secara praktik kurang pengalaman perang, mengangkatnya sebagai jenderal sulit untuk berhasil."
Raja Zhao tidak menggubrisnya, ia bersikeras menggantikan Lian Po dengan Zhao Kuo. Sesampainya Zhao Kuo di Chang Ping, ia mengubah taktik pertahanan Lian Po dan dengan proaktif merencanakan penyerangan. Pada tahun yang sama, Zhao Kuo memimpin pasukan melancarkan offensif besar-besaran terhadap kubu pasukan Qin.
Sesudah Negara Zhao mengirim Zhao Kuo sebagai jenderal, pasukan Qin juga mengganti panglimanya dengan Jenderal Bai Qi yang tersohor. Menghadapi serbuan Zhao Kuo, Bai Qi menggunakan taktik berpura-pura kalah untuk memancing musuh agar pasukan Zhao merangsek hingga dalam ke wilayah pasukan Qin yakni Chang Bi, baru kemudian pasukan utama Qin melakukan perlawanan sengit, serangan pasukan Zhao gagal, ketika Zhao Kuo hendak menarik pasukannya tetapi sudah terlambat, Bai Qi sudah mengirim 25.000 pasukan kavaleri elit memotong jalan mundur mereka, selain itu juga mengerahkan 5.000 pasukan kavaleri dengan pesat menyeruak ke tengah kubu pasukan Zhao dan membelahnya menjadi 2 bagian serta memotong jalur perbekalan mereka.
Ketika pasukan Qin membentuk formasi pengepungan, Bai Qi mulai memerintahkan penyerangan, upaya pasukan Zhao melawan berkali-kali dipatahkan dengan terpaksa mereka membangun parit pertahanan di tempat tersebut dan mengubah ofensif menjadi defensif.
Taktik Bai Qi dengan memotong jalur perbekalan pasukan Zhao telah berdampak besar, pasukan Zhao yang terkepung terpaksa hanya menanti datangnya bala bantuan. Namun berbagai negara di Tionggoan keder terhadap keperkasaan Negara Qin atau diperkirakan oleh mereka negara Zhao dan Qin sudah melangsungkan perundingan, selain tidak mengirim pasukan penyelamat juga tidak menyuplai kebutuhan pangan pasukan Zhao.
Bulan ke-9 pada tahun yang sama, pasukan Zhao telah terputus jalur pangannya selama 45 hari. Di kalangan internal mereka saling membunuh, mental pasukan goyah dan situasi sangat gawat. Sesudah upaya penerobosan dari kepungan berkali-kali kandas, Zhao Kuo nekat memimpin sendiri pasukan intinya dan memaksakan pendobrakan pengepungan, akhirnya malah terkena panah dan tewas.
Pasukan Zhao kalah besar, seluruh 400.000 sisa pasukan menanggalkan rompi perang mereka dan menyerah. Bai Qi berpikir, "Personil pasukan Zhao yang berjumlah begitu banyak, apalagi sisa laskar pasukan dan warga Shangdang tidak menyukai Qin...lebih baik dibabat habis saja daripada membuat kekacauan."
Maka, 400.000 orang, kecuali 240 anak-anak, seluruhnya dibantai oleh Bai Qi, sebuah perang pemusnahan dengan skala terbesar pada zaman Zhanguo diakhiri dengan pemandangan brutal ratusan ribu jiwa pasukan yang telah menyerah harus melayang mengenaskan. (Huang Rong/The Epoch Times/whs)
Sumber: http://www.epochtimes.co.id
0 comments: