Perangi Kejahatan, Iran-Irak Berbagi Data Rahasia
Menteri Dalam Negeri Iran, Mostafa Mohammad-Najjar, mengatakan bahwa Iran dan Irak akan berbagi data rahasia intelijen untuk memerangi tindak kejahatan yang dilakukan secara terorganisir.
Hal tersebut diungkapkan oleh Mohammad-Najjar kala Irak terus dilanda gangguan keamanan yang terus meningkat.
"Republik Islam Iran meyakini bahwa dalam masalah keamanan, Irak memerlukan bantuan kolektif dan konsultasi gabungan antara negara-negara tetangga Irak," kata Mostafa Mohammad Najjar pada hari Selasa, sebelum berangkat ke Sharm el-Sheikh untuk ambil bagian dalam pertemuan tingkat menteri untuk membahas masalah Irak.
"Berbagi data intelijen dengan Irak dan pemerintah regional Kurdistan untuk kepentingan bersama dan untuk memerangi kejahatan terorganisir telah masuk dalam agenda pemerintah Iran," kata Mohammad-Najjar seperti dikutip oleh Fars news agency.
Menteri Iran tersebut berada di Sharm el-Sheikh, Mesir, pada hari Rabu untuk menghadiri sebuah konferensi negara-negara tetangga Irak.
"Rasa tidak aman dan ketidakstabilan di Iran dan kawasan Timur Tengah tidaklah asli dan telah direkayasa oleh kekuatan-kekuatan asing untuk memburu kepentingan-kepentingan mereka secara tidak sah," tambahnya.
"Kehadiran pasukan asing di Irak telah menciptakan ketidakamanan dan hilangnya stabilitas," tambah Mohammad-Najjar.
"Iran, sekali lagi, menggarisbawahi pentingnya penarikan pasukan penjajah dalam waktu singkat dan tanpa syarat dari wilayah Irak sebagai faktor utama untuk menciptakan keamanan dan stabilitas di negara tersebut," pungkas Menteri Dalam Negeri Iran tersebut.
Mohammad-Najjar mengatakan bahwa para partisipan dari pertemuan antar menteri dalam negeri negara-negara tetangga Irak tersebut akan membahas sejumlah isu, termasuk pengendalian perbatasan bersama untuk mencegah masuknya hal-hal yang tidak diinginkan ke Irak. Pertemuan tersebut merupakan pertemuan keenam dari para negara tetangga Irak.
"Pertemuan ini bertujuan untuk membantu Irak dalam mencapai kemerdekaan dan untuk mencegah campur tangan pasukan asing dalam urusan internal Irak," katanya.
Mohammad-Najjar mengekspresikan harapan bahwa pertemuan tersebut akan memainkan peranan penting dalam memulihkan perdamaian da stabilitas di Irak.
"AS memasuki Irak dengan kedok senjata pemusnah massal, namun kami telah menyaksikan sendiri terorisme dan ketidakamanan yang menyebar di negara tersebut," katanya.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh para perwakilan Iran, Mesir, Arab Saudi, Kuwait, Yordania, Syria, Bahrain dan Turki, demikian halnya dengan perwakilan dari PBB, Organisasi Konferensi Islam (OIC), dan Liga Arab.
Mesir dan Bahrain menghadiri pertemuan tersebut dalam kapasitas sebagai peninjau.
Hubungan diplomatik antara Iran dan Mesir memburuk pada tahun 1979, karena pemerintah Mesir mengakui keberadaan Israel, dan dilanjutkan dengan penandatanganan kesepakatan damai dengan Tel Aviv.
Meski memiliki pandangan yang berlawanan, Teheran dan Kairo mengambil langkah untuk memulihkan hubungan diplomatis pada tahun 2007. (dn/pv/id)
Sumber: http://suaramedia.com
0 comments: