Sengatan Lebah Selamatkan Gaza Dari Israel
Di sebuah klinik di Jalur Gaza, Ratib Samur mengobati pasiennya satu per satu hanya dengan bersenjatakan satu kotak kecil penuh dengan lebah yang terus berdengung.
Ia menggunakan lebah-lebah itu untuk menyengat orang-orang yang datang meminta bantuan padanya dan di tengah wilayah yang tenggelam dalam blokade Israel, kliniknya tak pernah sepi dari aktivitas.
Sejak Israel mengambil alih dan menghancurkan wilayah tersebut, warga terus mencari upaya alternatif untuk mendapatkan bantuan medis.
Itu berarti semakin banyak permintaan untuk perawatan sengat lebah Samur.
"Sengatan lebah ini benar-benar manjur," ujar Mohammed al Dayya, yang mengalami kelumpuhan mulai pinggang hingga ke bawah karena penyakit muscular atrophy.
Pria berusia 25 tahun itu dulu menjalani perawatan di Mesir, namun harus beralih ke sengatan lebah karena adanya penutupan jalur. Terbatas di dalam Gaza, ia menggerakkan kursi rodanya ke klinik Samur setiap minggu untuk memperoleh sengatan, yang menurutnya berhasil membuat kondisinya menjadi stabil.
"Saya tidak lagi merasakan sakit yang dulu membuat saya tidak dapat tidur," ujarnya dalam sesi pengobatannya yang terbaru. "Perawatan ini membuat kondisi saya menjadi stabil dan kini saya akan dapat bepergian lagi."
Penggunaan racun lebah dalam bidang medis masih belum terbukti secara ilmiah meskipun orang-orang yang meyakini mengatakan bahwa sengatan itu dapat membantu mengurangi rasa sakit dari multiple sclerosis, rheumatoid arthritis, dan penyakit lainnya.
Meski demikian, sengatan lebah juga mengandung risiko reaksi alergi, dan tentu saja proses disengat lebah bukan sesuatu yang dapat dinikmati. Di klinik Samur, seringkali seseorang harus disengat empat hingga enam kali dalam satu waktu.
Samur mengakui bahwa pengobatannya ini bukan pengganti perawatan medis modern.
"Saya tidak dapat membuat orang itu berjalan lagi, namun pengobatan saya pada dasarnya fokus pada pengurangan rasa sakit dan pencegahan kondisi yang lebih buruk," ujar Samur, yang mempelajari teknik pertanian di Mesir.
Ketika pria berusia 53 tahun ini membuka klinik tersebut di tahun 2003 setelah mencoba pengobatan racun lebah pada keluarga dan teman-temannya, ia disambut dengan skeptisisme.
"Metode ini menjadi lebih diterima ketika saya memperoleh hasil yang menakjubkan dari pengobatan terhadap beberapa pasien, dan jumlahnya bahkan semakin meningkat," ujarnya.
Israel sangat jarang mengijinkan warga meninggalkan Gaza, bahkan untuk keadaan darurat.
Kurangnya opsi perawatan medis dan krisis ekonomi yang mencengkeram wilayah itu telah mendorong ratusan warga datang ke klinik Samur, di mana ia menyengat mereka dengan lusinan lebah yang dipeliharanya di halaman belakang.
Tiga kali sengatan lebah dihargai hanya USD 2.50.
Banyak dari pasiennya yang mengalami luka akibat serangan Israel di Gaza akhir tahun lalu.
Ismail Matar telah menerima sengatan lebah untuk mengobati syok yang ia derita ketika seorang teman terbunuh di depan matanya oleh sebuah serangan udara Israel.
"Teman saya tercabik-cabik tepat di depan mata saya oleh pecahan granat dari sebuah rudal Israel," ujar pemuda berusia 23 tahun.
"Saya mengalami syok secara psikologis. Saya tidak cukup kuat untuk menggerakkan kaki, saya bahkan tidak dapat melihat, dan tidak ada satu obat pun yang berhasil bekerja. Namun sekarang, setelah tujuh bulan menjalani perawatan sengatan lebah, saya merasa jauh lebih baik. Saya dapat berjalan lagi."
Obat alami yang mengandung agen melittin anti-inflammatory dalam jumlah besar ini telah digunakan di negara lain untuk mengobati multiple sclerosis dan arthritis, namun hanya ada sedikit bukti eksperimental dari keefektifannya.
"Perawatan sengatan lebah ini adalah obat pelengkap," ujar Samur. "Saya tidak mendiagnosa penyakit orang, namun hanya mengandalkan sepenuhnya pada opini dokter."
Ia juga menolak untuk mengobati orang dengan penyakit jantung, diabetes, dan kanker.
Sejumlah pasien seperti Nivine Ajur, ibu seorang anak berusia enam tahun yang menderita rheumatoid arthritis, membaik setelah menjalani pengobatan itu.
"Saya telah menderita penyakit ini selama lima tahun dan tidak ada berhasil karena tidak ada obat untuk penyakit ini di Gaza," ujarnya.
"Dulu saya tidak bisa memanjat tangga samasekali, setelah lima bulan perawatan, saya dapat memanjat enam kali dalam sehari." (rin/ab)
Sumber: http://suaramedia.com
0 comments: